Tuesday, March 03, 2009

Golput, Haram, dan HAM

Oleh : Guntur Pribadi
FATWA MUI yang memutuskan haram bagi warga yang tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih golput dinilai Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melanggar hak asasi manusia. Menurut Komnas HAM, alasan memilih tidak memilih adalah hak setiap orang, yang tidak boleh ada intervensi dari parpol, ormas, atau individu yang mempunyai kekuatan.

Seperti pernah diungkapkan Ketua Komnas HAM Ifdal Kasim kepada wartawan (3/2/2009), masyarakat dan negara tidak boleh membatasi hak pemilih dengan melarang, mengkriminalisasi atau menjatuhkan sanksi moral kepada orang yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput.

Fenomena ’peminat’ golput dalam Pemilu 2009 mendatang tampaknya masih ’diramal’ tinggi oleh sejumlah pengamat dan survei lembaga. Banyak alasan mengapa rakyat tidak ikut memilih. Terlepas dari itu semua, apapun argumentasinya, memilih golput adalah hak pilih yang harus dihormati.

Dalam konteks demokrasi, memilih jalan golput adalah hak politik warga. Ketika rezim Orde Baru (Orba) berkuasa, ”sikap tidak memilih” parpol menjadi pelarian politik warga dan golongan tertentu. Kendati ketika itu dipersepsi negatif, gerakan golput yang dipelopori Arif Budiman Cs tahun 1966, telah menjadi ”jalan lain” untuk menolak sistem kekuasaan rezim Orba yang dinilai tidak demokratis.

Memasuki era reformasi saat ini, golput menjadi fenomena dan hak pilih politik individu. Tanpa melembagakannya, pilihan tidak menggunakan hak politik untuk menentukan pemimpin dan wakil rakyat, seperti menjadi alternatif sikap politik warga. Meskipun tidak semua pemilih golput, diyakini, sadar dengan keputusan politiknya. Tidak menggunakan hak pilih adalah hak asasi warga yang tetap harus dihargai sebagai warna-warni demokrasi.

Berbeda tidak harus bercerai. Logika pemilu hakikinya ’menghalalkan’ perbedaan dengan ragam parpol dan ideologi. Apakah tidak wajar ketika kemudian rakyat memiliki persepsi berbeda untuk menentukan saluran politiknya.

Seseorang memilih golput dengan alasan dan pandangan politis: menolak ”politisi busuk”, setiap caleg dan parpol hanya obral janji, atau kejenuhan berpolitik warga terkait dengan kondisi sosial-ekonomi yang stagnan, adalah bagian hal ekspresi politik yang rasional. Yang seharusnya disikapi positif sebagai evaluasi bagi caleg dan parpol.

Tidak memilih bukan berarti tidak ada pilihan. Pilihan ada. Hanya saja sikap dan persepsi yang berbeda dan kontra dengan aspirasi. Kondisi semacam ini tidak harus dipandang negatif. Karena sikap politik ”tidak memilih” adalah bagian sikap yang tetap memiliki alasan. Apapun argumentasinya, prinsipnya dalam konteks demokrasi, ”suara rakyat” tetap menjadi otoritas tertinggi untuk memilih dan tidak memilih wakil rakyat dan pemimpinya.

Fenomena golput yang jumlahnya saat ini sangat signifikan memang membuat banyak caleg dan parpol cemas. Setidaknya semakin banyak pemilih golput, maka akan berdampak terhadap perolehan suara atau jatah kursi di parlemen. Namun, sebenarnya, hal ini tidak perlu ditakuti berlebihan. Jumlah pemilih golput bisa ditekan. Asalkan caleg maupun parpol dapat mempresentasikan sikap politik dan loyalitas sosial yang rasional dan menarik simpati rakyat. Bukan obral janji, bung!

Namun, saat ini, mengamati penyebab kejenuhan pemilih terhadap caleg dan parpolnya, lebih banyak dikarenakan oleh janji dan sikap politisi yang tidak mampu membuktikan kerja dan loyalitas terhadap konstituennya. Akibatnya, rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemilu. Jika demikian perihalnya, salahkah ada warga memilih jalan golput?

Terkait keputusan MUI mengharamkan sikap politik golput tetap harus dihormati. Telepas dari sikap intervensi MUI terhadap hak asasi politik warga tidak memilih. Memilih menjadi golput dalam pemilu tetap memiliki konsekuensi politik yang sebenarnya kurang efektif untuk merespon kondisi perpolitikan yang ada. Jika harus memilih, mungkin baiknya kempanye menolak ”politisi busuk” daripada kampanye rame-rame jadi golput.

Bisa sangat jadi, ”sikap tidak memilih” warga disebabkan mentalitas politisi dan sikap politik parpol yang tidak memiliki kapabilitas dan intelektualitas merawat aspirasi konstituennya. Biasanya sikap politisi dan parpol semacam ini dapat dilihat dari sejak mengkampanyekan diri hingga kemudian terpilih dan memenangkan pemilu. Jika terpilih menunjukkan sikap ’ingkar’ dan ’mungkar’ sebagai wakil rakyat ataupun pemimpin, maka apakah salah warga dalam pemilu kemudian memilih golput?

Untuk menekan jumlah pemilih golput pada pemilu mendatang, selayaknya caleg maupun parpol merubah sikap politiknya. Lebih baik tidak memberikan janji daripada obral janji palsu kepada konstituen. Rakyat saat ini lebih cerdas. Meskipun disogok dengan sejumlah uang untuk memilih. Tetap saja, sikap politiknya tidak mudah diperjualbelikan. Ini didasarkan dari masih besarnya jumlah pemilih golput, yang secara tidak langsung, sebenarnya menunjukkan tingkat kesadaran politik rakyat.

Kerena itu, saatnya caleg dan parpol mencerdaskan rakyat lewat kampanye politik dan program parpolnya. Tidak perlu harus memaksakan diri merebut simpati rakyat dengan uang, jabatan, menjual kharisma ’dinasti’, atau mengobral janji-janji politik murahan. Beri rakyat pencerahan lewat kampanye politik cerdas, rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan begitu, harapan menekan pemilih golput pada Pemilu 2009 dapat dilakukan tanpa harus mengeluarkan fatwa haram bagi golput. [*]

(Tulisan ini pernah dimuat dan dilansir www.kabarindonesia.com pada 2 Maret 2009)
Ilustrasi: www.inilah.com

1 comment:

Yudha Pedyanto said...

Setuju, tidak memilih sejatinya adalah sebuah pilihan juga:

http://sinauislam.wordpress.com/2009/03/01/keutuhan-dan-kesempurnaan-islam/

KILAS CATATAN

Wartawan Bodrex vs Citizen Journalist

DALAM catatan Nasihin Masha, citizen journalism lahir sebagai sebuah perlawanan. Yakni, perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal (Republika, Rabu, 7/11/2007)....selengkapnya...

Detikcom News

.: KabarIndonesia - Dari Kita Untuk Kita :.