(Soe Hok Gie)
Suatu ketika Gie menerima sepucuk surat dari seorang kawan di Amerika yang ditunjukkannya kepada sang kakak (Arif Budiman: analis politik Indonesia). Surat tersebut mampu memberi kekuatan bagi perjuangannya.
"Gie, seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian, selalu. Mula-mula kau membantu menggulingkan suatu kekuasaan yang korup untuk menegakkan kekuasaan lain yang lebih bersih. Tapi sesudah kekuasaan baru ini berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar keluar dari sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus menerus. Bersedialah menerima nasib ini, kalau kau mau bertahan sebagai seorang intelektual yang merdeka: sendirian, kesepian, penderitaan".
Dan setelah Gie meninggal, Arief Budiman mendapat perenungan bahwa:
"Ketidakadilan bisa merajalela, tapi bagi seorang yang secara jujur dan berani berusaha melawan semua ini, dia akan mendapat dukungan tanpa suara dari banyak orang. Mereka memang tidak berani membuka mulutnya, karena kekuasaan membungkamkannya. Tapi kekuasaan tidak bisa menghilangkan dukungan itu sendiri, karena betapa kuat pun kekuasaan, seseorang tetap masih memiliki kemerdekaan untuk berkata "Ya" atau "Tidak", meskipun cuma di dalam hatinya".
(catatan seorang demonstran)
To: Sahabatku yang terkukung dalam ruang kosong. PATAHKAN MALAM-mu...Tirani selalu berganti wajah
No comments:
Post a Comment