
Oleh: Guntur Pribadi
ANGGARAN
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Kartanegara (Kukar) tahun 2007
diproyeksikan Rp3,730 triliun. Yang lebih surprise lagi, jumlah angka itu akan
mengalami penambahan lagi dari tahun lalu. Jika pada APBD 2006 Kukar mematok
angka Rp4,2 triliun, untuk APBD 2007 kemungkinan besar akan mengalami
peningkatan yang lebih. Ini belum lagi ditambah masuknya hitungan Anggaran
Tambahan Belanja (ABT) dan berbagai pendapatan pajak lainnya.
Jika benar hasil
proyeksi APBD Kukar tahun 2007 akan melebihi APBD tahun 2006. Tentu, pekerjaan
yang paling mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar ke depan adalah
melakukan pengelolaan APBD seefisien mungkin. Ini penting untuk dipikirkan.
Sebab, upaya pemerataan pembangunan di daerah ini, sejujurnya, belumlah begitu
maksimal. Terutama pemerataan pembangunan antara wilayah perkotaan dengan
wilayah penghasil (kecamatan).
Seperti
diamanatkan dalam Program Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai
Kartanegara (Gerbang Dayaku), pemerataan pembangunan adalah bagian hal yang
mendesak. Sudah menjadi realitas, bahwa ketimpangan pembangunan biasanya
disebabkan ketidakadilan dalam pembagian “kue” pembangunan. Disamping beberapa
sebab (faktor) lainnya.
Saipul Aduar
SPd, Sekretaris Fraksi AKR, pernah menyoroti hal tersebut ketika menyampaikan
kata akhir fraksi dalam Sidang Penetapan RAPBD menjadi APBD, 26 April lalu, di
Ruang Sidang Paripurna DPRD Kukar. Dalam paparanya, dia mengungkapkan,
“Harusnya daerah yang memberikan pemasukan lebih terhadap kas Kukar mendapat
perhatian yang juga lebih”. Bahkan dia menandaskan, kesenjangan itulah yang
telah menimbulkan ketidakadilan bagi daerah penghasil.
Hal yang
senada juga pernah dilontarkan anggota DPRD Kukar, G Asman Gilir, seperti yang
pernah dilansir tribunkaltim.com, bahwa ketimpangan pembangunan yang hanya
terkonsentrasi diperkotaan hanya akan menimbulkan kecemburuan sosial.
Menurutnya, sumber APBD Kukar selama ini masih sangat bergantung pada dana
perimbangan yang berasal dari sektor pertambangan migas.
Jika
demikian benarnya, tentu saja, yang menjadi sorotan adalah kecamatan-kecamatan
yang menjadi tempat sumber migas. Selama ini, diakui atau tidak,
wilayah-wilayah yang menjadi obyek pengerukan migas, memang kerap terpinggirakan
dari pemerataan pembangunan. Jadi tidaklah berlebihan apa yang dikatakan G
Asman, “Harusnya daerah-daerah itu yang lebih berhak menikmati sumber daya
alamnya dengan perlakuan adil”.
Sebenarnya
masih banyak PR yang memang harus menjadi catatan Pemkab. Soal pemerataan
pembangunan, hakekatnya, tidak saja mencakup bagi hasil yang adil kepada
wilayah-wilayah penghasil. Tapi juga mencakup persoalan vital pembangunan,
seperti peningkatan mutu pendidikan dan pengentasan kemiskinan.
Untuk
peningkatan mutu pendidikan, kiranya kita masih bisa berbangga. Sebab, komitmen
pemerintah daerah mengenai soal ini, boleh dikatakan, tidak main-main. Sebagai
contoh yang dapat dijadikan barometer komitmen Pemkab di bidang pendidikan
adalah: pembangunan zona sekolah unggulan, pemberian insentif kepada para guru
di daerah ini, penggalakan program Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA), pemberian
beasiswa, dan pendidikan gratis serta pelbagai program pendidikan wajib belajar
di wilayah Kukar.
Tetapi, pada
persoalan pengentasan kemiskinan, Pemkab memang harus lebih ekstra
menanggulanginya. Badan Pusat Statistik (BPS) Kukar, untuk tahun 2006,
menyebutkan data jumlah warga miskin yang ada di daerah ini, sekitar 15 persen
dari jumlah penduduk sekitar 550 ribu jiwa. Angka itu tentu saja tidak sedikit.
Dan jika dihitung secara kasar maka angka penduduk miskin Kukar sekitar 52 ribu
jiwa.
Sebenarnya
banyak faktor, mengapa jumlah warga miskin disuatu daerah dapat bertambah.
Diantaranya, faktor ledakan warga pendatang dan watak sebagian masyarakat yang
cenderung senang mengaku miskin jika tahu bakal ada bantuan yang cair.
Sedangkan faktor lainnya, adalah dipicu kurangnya perhatian pemerintah
memfasilitasi warga pendatang dengan lapangan kerja. Akibatnya, jumlah
pengangguran di daerah ini juga terbilang tinggi.
Namun bagi
Bupati Kukar, Prof DR H Syaukani HR SE MM, dalam suatu kesempatannya pernah
mengatakan, bahwa penambahan jumlah warga miskin di daerah ini, sebenarnya,
banyak dari warga pendatang. Sedangkan warga asli penduduk Kukar, terutama yang
berdomisili di pedalaman, jika dibandingkan jumlah penduduk miskin pendatang,
hanyalah sedikit.
Meskipun
kemiskinan di daerah ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh penduduk asli. Tetap
saja persoalan itu adalah PR buat Pemkab Kukar untuk menanggulanginya. Apalagi
pengentasan kemiskinan telah menjadi bagian program mendesak Gerbang Dayaku.
Dan, sebagai
catatan akhir tulisan ini, kita (mungkin) sependapat, jika benar peningkatan
APBD 2007 yang diproyeksikan bisa melebihi APBD 2006, maka harapan kita ke
depan, Pemkab hendaknya lebih mengedepankan keadilan dan pemerataan
pembangunan. Dan hal itu nantinya juga sangat bergantung pada pembahasan RAPBD
2007 mendatang. Sebab, adil atau tidaknya pembagian “kue” pembangunan juga akan
sangat ditentukan oleh wakil rakyat dan segenap masyarakatnya. Itu sebabnya,
transparansi publik pun menjadi kunci penting, agar tak ada lagi alokasi
anggaran yang terkesan timpang. Dan kesemua (perbaikan) itu akan kembali ke
kita (semua) sebagai pelaku pembangunan.[]
*) Tulisan
ini pernah terbit di Koran Harian Tribun Kaltim
(gu2n_kutai@yahoo.com)
(gu2n_kutai@yahoo.com)
No comments:
Post a Comment