Sunday, December 02, 2007

Menanti Pemerataan Pembangunan di Kukar


Oleh: Guntur Pribadi

ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutai Kartanegara (Kukar) tahun 2007 diproyeksikan Rp3,730 triliun. Yang lebih surprise lagi, jumlah angka itu akan mengalami penambahan lagi dari tahun lalu. Jika pada APBD 2006 Kukar mematok angka Rp4,2 triliun, untuk APBD 2007 kemungkinan besar akan mengalami peningkatan yang lebih. Ini belum lagi ditambah masuknya hitungan Anggaran Tambahan Belanja (ABT) dan berbagai pendapatan pajak lainnya.

Jika benar hasil proyeksi APBD Kukar tahun 2007 akan melebihi APBD tahun 2006. Tentu, pekerjaan yang paling mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar ke depan adalah melakukan pengelolaan APBD seefisien mungkin. Ini penting untuk dipikirkan. Sebab, upaya pemerataan pembangunan di daerah ini, sejujurnya, belumlah begitu maksimal. Terutama pemerataan pembangunan antara wilayah perkotaan dengan wilayah penghasil (kecamatan).

Seperti diamanatkan dalam Program Gerakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kutai Kartanegara (Gerbang Dayaku), pemerataan pembangunan adalah bagian hal yang mendesak. Sudah menjadi realitas, bahwa ketimpangan pembangunan biasanya disebabkan ketidakadilan dalam pembagian “kue” pembangunan. Disamping beberapa sebab (faktor) lainnya.

Saipul Aduar SPd, Sekretaris Fraksi AKR, pernah menyoroti hal tersebut ketika menyampaikan kata akhir fraksi dalam Sidang Penetapan RAPBD menjadi APBD, 26 April lalu, di Ruang Sidang Paripurna DPRD Kukar. Dalam paparanya, dia mengungkapkan, “Harusnya daerah yang memberikan pemasukan lebih terhadap kas Kukar mendapat perhatian yang juga lebih”. Bahkan dia menandaskan, kesenjangan itulah yang telah menimbulkan ketidakadilan bagi daerah penghasil.

Hal yang senada juga pernah dilontarkan anggota DPRD Kukar, G Asman Gilir, seperti yang pernah dilansir tribunkaltim.com, bahwa ketimpangan pembangunan yang hanya terkonsentrasi diperkotaan hanya akan menimbulkan kecemburuan sosial. Menurutnya, sumber APBD Kukar selama ini masih sangat bergantung pada dana perimbangan yang berasal dari sektor pertambangan migas.

Jika demikian benarnya, tentu saja, yang menjadi sorotan adalah kecamatan-kecamatan yang menjadi tempat sumber migas. Selama ini, diakui atau tidak, wilayah-wilayah yang menjadi obyek pengerukan migas, memang kerap terpinggirakan dari pemerataan pembangunan. Jadi tidaklah berlebihan apa yang dikatakan G Asman, “Harusnya daerah-daerah itu yang lebih berhak menikmati sumber daya alamnya dengan perlakuan adil”.

Sebenarnya masih banyak PR yang memang harus menjadi catatan Pemkab. Soal pemerataan pembangunan, hakekatnya, tidak saja mencakup bagi hasil yang adil kepada wilayah-wilayah penghasil. Tapi juga mencakup persoalan vital pembangunan, seperti peningkatan mutu pendidikan dan pengentasan kemiskinan.

Untuk peningkatan mutu pendidikan, kiranya kita masih bisa berbangga. Sebab, komitmen pemerintah daerah mengenai soal ini, boleh dikatakan, tidak main-main. Sebagai contoh yang dapat dijadikan barometer komitmen Pemkab di bidang pendidikan adalah: pembangunan zona sekolah unggulan, pemberian insentif kepada para guru di daerah ini, penggalakan program Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA), pemberian beasiswa, dan pendidikan gratis serta pelbagai program pendidikan wajib belajar di wilayah Kukar.

Tetapi, pada persoalan pengentasan kemiskinan, Pemkab memang harus lebih ekstra menanggulanginya. Badan Pusat Statistik (BPS) Kukar, untuk tahun 2006, menyebutkan data jumlah warga miskin yang ada di daerah ini, sekitar 15 persen dari jumlah penduduk sekitar 550 ribu jiwa. Angka itu tentu saja tidak sedikit. Dan jika dihitung secara kasar maka angka penduduk miskin Kukar sekitar 52 ribu jiwa.

Sebenarnya banyak faktor, mengapa jumlah warga miskin disuatu daerah dapat bertambah. Diantaranya, faktor ledakan warga pendatang dan watak sebagian masyarakat yang cenderung senang mengaku miskin jika tahu bakal ada bantuan yang cair. Sedangkan faktor lainnya, adalah dipicu kurangnya perhatian pemerintah memfasilitasi warga pendatang dengan lapangan kerja. Akibatnya, jumlah pengangguran di daerah ini juga terbilang tinggi.

Namun bagi Bupati Kukar, Prof DR H Syaukani HR SE MM, dalam suatu kesempatannya pernah mengatakan, bahwa penambahan jumlah warga miskin di daerah ini, sebenarnya, banyak dari warga pendatang. Sedangkan warga asli penduduk Kukar, terutama yang berdomisili di pedalaman, jika dibandingkan jumlah penduduk miskin pendatang, hanyalah sedikit.

Meskipun kemiskinan di daerah ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh penduduk asli. Tetap saja persoalan itu adalah PR buat Pemkab Kukar untuk menanggulanginya. Apalagi pengentasan kemiskinan telah menjadi bagian program mendesak Gerbang Dayaku.

Dan, sebagai catatan akhir tulisan ini, kita (mungkin) sependapat, jika benar peningkatan APBD 2007 yang diproyeksikan bisa melebihi APBD 2006, maka harapan kita ke depan, Pemkab hendaknya lebih mengedepankan keadilan dan pemerataan pembangunan. Dan hal itu nantinya juga sangat bergantung pada pembahasan RAPBD 2007 mendatang. Sebab, adil atau tidaknya pembagian “kue” pembangunan juga akan sangat ditentukan oleh wakil rakyat dan segenap masyarakatnya. Itu sebabnya, transparansi publik pun menjadi kunci penting, agar tak ada lagi alokasi anggaran yang terkesan timpang. Dan kesemua (perbaikan) itu akan kembali ke kita (semua) sebagai pelaku pembangunan.[]

*) Tulisan ini pernah terbit di Koran Harian Tribun Kaltim
(gu2n_kutai@yahoo.com)

No comments:

KILAS CATATAN

Wartawan Bodrex vs Citizen Journalist

DALAM catatan Nasihin Masha, citizen journalism lahir sebagai sebuah perlawanan. Yakni, perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal (Republika, Rabu, 7/11/2007)....selengkapnya...

Detikcom News

.: KabarIndonesia - Dari Kita Untuk Kita :.