Thursday, May 05, 2011

Mendialogkan Radikalisme


Oleh: Guntur Pribadi *)

DENTUMAN keras menghentikan takbir shalat Jumat ketika itu. Tak ada yang menyangka, ledakan bom mengguncang masjid di areal Kepolisian Resor Cirebon, Jawa Barat, beberapa waktu lalu (15/4/2011). Dua orang dikabarkan tewas dalam peristiwa itu, termasuk pelaku bom, dan beberapa jamaah shalat lainnya terluka.

Geger ledakan bom hari itu memang membuat banyak pengamat dan aparat sulit menebak motif peledakan, kendati dugaan pelaku bom bunuh diri kini telah diidentifikasi oleh aparat. Namun, menelusuri latar belakang dan maksud peledakan bukanlah perihal mudah untuk dibuktikan. Apalagi melihat pembuktian kasus teror selama ini yang tampak masih abu-abu dan beragam tentu harus sangat hati-hati melihat dan memetakannya.

Kasus peledakan di masjid Kepolisian Resor Cirebon tersebut memang sangat berbeda dengan beberapa kasus peledakan yang terjadi selama ini. Sasaran peledakan didalam tempat ibadah masjid boleh dikatakan kejadian pertama kalinya. Dan mengamati hal ini, kita bisa melihat bahwa gerakan teror tidak lagi membatasi pada tempat-tempat ibadah tertentu.

Menjadinya aksi terorisme hendaknya harus menjadi perhatian yang sangat serius oleh pemerintah dan masyarakat luas. Sebab, ancaman teror belakangan ini telah memasuki pada fase yang sangat meresahkan, bahkan ancaman nasional yang tidak boleh tidak harus diwaspadai dan diperangi.

Selain itu, ada hal yang harus digarisbawahi dari aksi peledakan bom bunuh diri yang terjadi pada beberapa kasus yang ada yakni, para pelaku bom yang diidentifikasi masih berjiwa muda. Sebenarnya ini sudah bisa dipahami bahwa jiwa muda yang identik dengan masa pencarian jati diri —juga bisa dipahami sebagai masa kelabilan jiwa— merupakan masa yang sesungguhnya sangat mudah untuk diperkenalkan dengan berbagai paham, termasuk paham radikalisme.

Kelabilan jiwa dan kurangnya pengenalan paham yang beragam dan terbuka seringkali membuat seseorang —siapapun sesungguhnya ia— dapat menjadi seorang yang berpikiran fanatik sempit. Dan pandangan ‘sempit’ inilah yang sangat rentan menggiring seseorang pada pemikiran, cara, dan sikap radikalisme.

Bila mengacu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Ikhtiar Baru (1995), Paham radikalisme diartikan sebagai aliran yang menghendaki perubahan secara drastis. Aliran ini sesungguhnya berkeinginan agar pengikutnya melakukan perubahan secara ekstrem dengan berpedoman pada ajaran dan keyakinan yang menjadi pedoman gerakan.

Sejak gerakan reformasi digulirkan di negeri ini tahun 1998, gerakan radikalisme dengan ragamnya tampak subur berkembang. Keterbukaan, kebebasan melakukan dan menyampaikan ekspresi, hingga kesamaan hak sebagai warga negara, menjadikan paham radikalisme dengan gerakannya mendapatkan tampatnya.

Paham radikalisme yang diwujudkan pada aksi terorisme dengan mengancam hingga melakukan peledakan bom memiliki tujuan beragam yang memang sangat tidak mudah untuk diterjemahkan, apalagi mengklaim kelompok tertentu. Namun dari beberapa aksi yang ada, dapat disimpulkan bahwa prilaku radikalisme dalam ‘memperjuangkan’ tujuan gerakannya sangatlah berbahaya dan harus tetap diwaspadai.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa paham radikalisme tanpa disadari dapat menjangkiti seseorang dengan sangat mudah. Pertama, persoalan pemahaman terhadap dogma yang didominasi pada pengertian dan pemaknaan literal. Tidak terbukaanya pemaknaan ayat-ayat Tuhan dan tertutupnya pintu dialog serta anti toleransi mendorong seseorang bersikap eksklusif dan beraliran keras. Kedua, munculnya radikalisme pemikiran dan sikap juga disebabkan oleh adanya pemaknaan dan pemahaman tentang hal-hal ‘kebenaran’ yang tidak dapat diduakan. Sikap dan pandanganlah ini yang seringkali memunculkan aksi penolakan terhadap ‘kebenaran’ lain yang dipahami seseorang atau kelompok diluar lingkarannya. Ketiga, munculnya radikalisme disebabkan oleh persoalan ketidakadilan, kemiskinan, dan keterbelakangan pendidikan.

Beberapa faktor penyebab tersebut, pemahaman terhadap dogma yang eksklusif tanpa toleransi terhadap perbedaan menjadi sumber utama munculnya radikalisme. Sikap tertutup seseorang atau kelompok yang beraliran ekstrem lebih banyak disebabkan pada hal ‘keyakinan’. Inilah persoalan yang seringkali sangat sulit digugat dari mereka. ‘Keyakinan’ yang ada menurut mereka adalah ‘kebenaran’ dan diluar ajaran mereka adalah ‘ketidakbenaran’.

Selain itu, hal yang juga tidak boleh lengah oleh kita semua adalah penyusupan paham radikalisme atas nama agama dari akses informasi. Globalisasi informasi sangat memungkinkan pemikiran beraliran ekstrem menyusup dalam pesan-pesan ‘keyakinan’ dan ‘isme’.

Ketidaksepahaman, ditambah lagi kurangnya dialog kebersamaan akan sangat menyuburkan paham radikalisme di negeri ini. Untuk menekan gerakan radikal yang belakangan ini sudah sangat terang-terangan dalam aksinya, pemerintah hendaknya cepat mengambil kebijakan tegas dan persuasif terhadap kelompok-kelompok yang diduga beraliran keras. Peran dan keterlibatan ulama serta dunia pendidikan dalam memberikan pandangan-pandangan keyakinan yang mencerahkan dan menghargai perbedaan serta toleransi juga sangat dibutuhkan.

Dan memperhatikan keragaman cara pandang yang tampaknya di negeri ini mendapatkan tempatnya pasca reformasi sudah seharusnya difasilitasi dengan dialog terbuka yang komunikatif, yang lebih bisa menghargai perbedaan dan menerima perbedaan itu sebagai bagian prinsip dalam kebhinekaan tunggal ika.

Peran para pemimpin, tokoh-tokoh agama, elemen masyarakat dan termasuk masyarakat sendiri sesungguhnya menjadi bagian penting dalam upaya mencegah dan menolak gerakan radikalisme buta yang seringkali mengatasnamakan agama dalam memerangi persepsi kemungkaran. Ini tugas semua untuk mewaspadainya dan menolaknya. Siapapun tentunya tidak menginginkan kerusakan di bumi ini, apalagi membunuh diri sendiri. Kita tahu, bukankah Tuhan juga tidak menyukai kerusakan dan membunuh diri sendiri. Mari lebih rasional dan berdialog dalam menyelesaikan perbedaan. Sebab, perbedaan itu sendiri sesungguhnya rahmatan lil alamain yang tidak melihat siapa ia dan dari mana ia. Wallahu'alam Bishawab []

*) Tulisan ini juga pernah penulis lansir di:http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Mendialogkan+Radikalisme&dn=20110505132050

Ilustrasi: http://www.kabarindonesia.com/gbrberita/201105/20110505132050.jpg

No comments:

KILAS CATATAN

Wartawan Bodrex vs Citizen Journalist

DALAM catatan Nasihin Masha, citizen journalism lahir sebagai sebuah perlawanan. Yakni, perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal (Republika, Rabu, 7/11/2007)....selengkapnya...

Detikcom News

.: KabarIndonesia - Dari Kita Untuk Kita :.