Friday, August 12, 2011

Puasa, Menekan Kemungkaran Sosial

Oleh: Guntur Pribadi *)


PUASA yang secara bahasa memiliki arti: “menahan” yakni menahan apa saja yang dapat menjerumuskan manusia pada kemungkaran, sesungguhnya memiliki program perubahan pada diri pelakunya. Diantara program tersebut adalah pembentukan mentalitas manusia yang taat, disiplin, dan tangguh dalam mengaktualisasikan ajaran agama.

Proses pembentukan mentalitas manusia tersebut tentu bukanlah mudah. Puasa sebagai ruang dalam proses pembentukan mental disiplin (taat) pun mengisyaratkan kepada para pelaku puasa agar memiliki kesungguhan (iman) dan kesadaran dalam mengikuti pengkaderan bulan ramadhan. Itu karenanya, jika kita perhatikan, seruan puasa ditekankan kepada mereka-mereka yang memiliki keimanan: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa…” (Al Baqarah: 183).

Mengapa memerlukan landasan iman untuk mengaktualisasikan ibadah puasa ramadhan? Karena, dengan dasar ke-imanan-lah instruksi puasa mendapatkan respon keyakinan baik dari pelakunya sebagai kebenaran. Tanpa landasan itu, aktualisasi ibadah puasa hanya akan menghasilkan ibadah kamuflase.

Dan bagaimana mengukur ciri keimanan? Alquran mengambarkan ciri mereka yang beriman yakni, apabila disebut nama Allah hatinya bergetar (wajilat). Dan apabila dibacakan ayat Al Quran akan bertambah imannya. (Al Anfal: 2).

Melaksanakan puasa dengan berlandaskan iman dan ikhlas, tentu pekerjaan yang luar biasa. Kemampuan “menahan”; “mengendalikan” ; “mengontrol” nafsu adalah pekerjaan yang sesungguhnya berat, yang membutuhkan keyakinan dan kesadaran. Dan tanpa itu, manusia akan sangat mudah terjebak dalam puasa yang sia-sia: puasa yang hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Nabi Muhammad, sendiri pernah menyebutkan, jihad terbesar adalah melawan (memerangi) hawa nafsu. Bukan perang fisik.

Lalu, apa misi terakhir dari aktualisasi ibadah puasa ramadhan selama sebulan penuh? Jika kita simak dari ayat 183 surat Al Baqarah, target terakhir dari puasa itu adalah pembentukan manusia yang disiplin: menusia yang religius (takwa). Inilah kata akhir dari instruksi kewajiban puasa: “…agar kamu menjadi orang-orang yang bertakwa”.

Membangun mentalitas manusia yang tangguh tentu sangat diperlukan kedisiplinan. Karena akan sangat jauh dari target manusia tangguh beribadah, jika manusia yang dalam pengkaderan tidak dilatih dengan kedisipilanan, baik itu kedisiplinan pada saat menahan amarah, pada saat berbuka puasa, pada saat waktu imsak, maupun pada saat menjaga diri dari segala bentuk perilaku yang menurunkan kualitas puasa.

Puasa dengan segala visi dan misinya, prinsipnya bertujuan pada makna perbaikan. Dengan sebulan penuh berpuasa: mengontrol sumber kemungkaran dan kerusakan yakni nafsu, kita sesungguhnya telah dikader untuk menjadi manusia yang memiliki jiwa reformis yakni, peka terhadap perubahan diri yang lebih baik. Bukankah segala kemungkaran itu bersumber dari nafsu. Maka dengan puasa: menahan dan mengendalikan nafsu, secara otomatis temperatur kemungkaran yang melekat pada setiap diri manusia bisa lebih dikendalikan dan ditekan.

Itulah tujuan terpenting puasa. Bahwa puasa bukanlah sekadar rutinitas tahunan, namun lebih dari itu, dapat kita maknai sebagai bengkel perbaikan bagi setiap pelakunya dalam memperbaiki mental, sikap, dan perilaku dalam kehidupan sosial. Kemungkaran di masyarakat bukan timbul dengan sendirinya. Semua berawal dari ketidakmampuan manusia mengendalikan diri.

Karena itulah, momentum puasa di bulan ramadhan ini menjadi kesempatan kepada siapapun untuk melakukan perubahan diri yakni, memantapkan diri untuk menjadi manusia paripurna: manusia yang sungguh-sunguh dalam mengaktualisasikan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu a'lam bishawab.

*) Tulisan ini pernah penulis lansir di: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Puasa%2C+Menekan+Kemungkaran+Sosial&dn=20110811161725

No comments:

KILAS CATATAN

Wartawan Bodrex vs Citizen Journalist

DALAM catatan Nasihin Masha, citizen journalism lahir sebagai sebuah perlawanan. Yakni, perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal (Republika, Rabu, 7/11/2007)....selengkapnya...

Detikcom News

.: KabarIndonesia - Dari Kita Untuk Kita :.