Thursday, March 15, 2012

Rok Mini dan Pencitraan Politik


Oleh: Guntur Pribadi











Baru-baru ini, DPR RI membuat aturan, pelarangan menggunakan rok mini di Gedung DPR. Alasan dasarnya menghindari perkosaan: wow, begitu sensitifnya. Jika demikian alasanya, sah-sah saja publik kemudian berpandangan, “Sepertinya rok mini sangat mengganggu mata para anggota dewan.”

Persoalan rok mini kemudian menjadi hal serius di gedung DPR. Ketua DPR, Marzuki Alie, pun menegaskan kepada wartawan, pelarangan mengenakan rok mini di Gedung Dewan bertujuan untuk pembenahan citra DPR.

Apapun itu, pelarangan rok mini di gedung rakyat sah-sah saja untuk dilakukan. Namun yang jadi pertanyaan, kenapa hanya rok mini saja yang dilarang? Harusnya anggota dewan yang doyan tidur pada saat sidang rakyat harusnya juga dilarang, dewan sering mangkir pada sidang rakyat juga dilarang, dan dewan yang studi bandingnya tidak jelas hasilnya, harusnya juga dilarang!.

Banyak persoalan rakyat yang seharusnya perlu disikapi dan dilayani anggota DPR. Saya kira, persoalan rok mini tak ada apa-apanya, jika dibandingkan banyaknya perilaku wakil rakyat yang kerapkali dipandang miring oleh masyarakat.

Wakil rakyat lebih baiknya fokus pada tupoksinya. Persoalan negeri ini, banyak yang belum tuntas. Kita lihat dan baca, hampir tiap hari masyarakat dipertontonkan kasus-kasus korupsi yang menyeret sejumlah wakil rakyat. Harusnya ini yang menjadi bahan intropeksi wakil rakyat, bukan rok mini yang dipersalahkan dan dibesar-besarkan.

Memanjangkan rok, tidak menjamin harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ikut turun. Saat ini saja, masyarakat sudah harus bersiap-siap mengencangkan ikat pinggang. Ya, apalagi kalau bukan soal kebijakan pemerintah terkait kenaikan harga BBM. Dewan seharusnya serius melihat persoalan ini, bukan mempersoalkan staf anggota dewan yang mengenakan rok mini.

Pelarangan rok mini oleh DPR menunjukan wakil rakyat, tampak hanya peka pada hal-hal busana wanita. Sebenarnya, banyak persoalan besar bangsa ini yang seharusnya menjadi pekerjaan wakil rakyat.

Contoh, kasus Bank Century, Korupsi, kenaikan harga BBM, ketidakadilan terhadap perempuan, lumpur Lapindo, kemiskinan masyarakat perbatasan, konflik agraria, dan beberapa persoalan nasional lainnya. Mengapa bukan persoalan-persoalan tersebut yang menjadi hal sensitif anggota DPR? Kok, malah ngurusi rok mini?

Keinginan anggota DPR RI membangun pencitraan institusi dan kinerja, alangkah baiknya bukan hanya membesarkan soal rok mini saja. Sekali lagi, rok mini tak ada apa-apanya jika dibandingan dengan sejumlah persoalan nasional bangsa ini.

Soal rok mini hanya soal moralitas individu. Biarlah individunya yang membenahi. Dan, saya kira, terlalu berlebihan, jika dewan sudah mengurus soal rok mini. Masih banyak persoalan besar bangsa ini yang penting untuk disorot, dikerjakan, dan dibenahi.

Pencitraan politik oleh DPR hanyalah soal kulit. Tentu bangsa ini tak ingin hanya dipertontonkan kulit, tapi kualitas isi, integritas, dan kredibilitas anggota DPR itu yang seharusnya lebih penting ditunjukan. Untuk apa, jika yang dibesar-besarkan citra dan janji, tapi pada buktinya, rakyat tetap tak memuji.

Wakil rakyat lebih baik konsentrasi pada persoalan rakyat. Rok mini yang masuk pada ranah berbusana alangkah baiknya menjadi kesadaran moral individu. Tak perlulahlebay, gara-gara rok mini, DPR bisa tidak konsentrasi pada tugas-kerjanya.

Kalau hanya ingin mencari pencitraan institusi dan politik, menurut saya, wakil rakyat akan sangat elegan fokus pada kerja-kerja kerakyatan. Sebab, masih banyak pekerjaan yang mulia, yang harus dikerjakan wakil rakyat daripada mengurusi rok mini.

Rakyat saat ini sudah sangat cerdas. Bisa jadi pencitraan politik, janji-janji politik yang basa-basi, dan pepesan kosong para politikus, kedepan tidak akan laku lagi dijual.

Dan, soal rok mini, menurut saya, hanyalah bagian pengalihan isu-isu besar nasional yang tidak layak disoroti DPR. []

No comments:

KILAS CATATAN

Wartawan Bodrex vs Citizen Journalist

DALAM catatan Nasihin Masha, citizen journalism lahir sebagai sebuah perlawanan. Yakni, perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal (Republika, Rabu, 7/11/2007)....selengkapnya...

Detikcom News

.: KabarIndonesia - Dari Kita Untuk Kita :.