Tuesday, September 04, 2012

Inikah Katanya Provinsi Lumbung Uang



Oleh: Guntur Pribadi


Kabut embun masih menyelimuti pagi ketika saya bersama rekan kerja menuju sebuah kecamatan dibagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Minggu (2/9). Perjalanan pagi sengaja saya pilih, selain bisa menikmati kesegaran udara, perjalanan di pagi hari juga seringkali mengingatkan saya pada suasana pagi dipedalaman desa pulau Jawa yang tampak saya potret terasa ada di wilayah Tenggarong Seberang hingga sepanjang jalan menuju Hulu Mahakam.

Sebelum melakukan perjalanan, rekan saya sengaja menyetel kilometer kendaraan yang kami gunakan untuk menuju tempat yang menjadi tujuan. Ini sengaja ia lakukan agar bisa mengetahui perbandingan jarak dan waktu yang di tempuh.

Berangkat dari Jam 6.30 pagi, saya dan rekan pun memulai menempuh perjalanan. Kami memang sepakat untuk menikmati perjalanan pagi dari Samarinda. Sepanjang jalan pagi pun sengaja kami membuka jendela kendaraan agar bisa melihat suasana perjalanan. Tepat di jalan memasuki wilayah yang menghubungkan Kecamatan Tenggarong Seberang dan Kecamatan Sebulu, saya mulai menutup kaca kendaraan.

Saya sengaja menutup kaca kendaraan bukan karena mentari pagi yang mulai tampak menyapa, melainkan debu jalan yang mulai menyambut. Suasana pagi yang sebenarnya ingin saya nikmati sebelum melakukan perjalanan tadi, hanya tinggal keinginan. Debu jalan pun mulai saya rasakan. Begitu juga rekan kerja yang duduk disamping saya pun harus buru-buru menutup kaca disebelahnya.

Debu-debu jalan masih belum aman untuk kami membuka jendela kendaraan. Padahal ketika itu suasana masih pagi, tapi debu jalan sudah mulai tampak bertebaran.

Bukan saja debu. Mungkin Anda yang juga pernah melakukan perjalanan di jalan yang menghubungkan antara Tenggarong Seberang, Sebulu, dan hingga tembus ke Kecamatan Muara Kaman, pun pernah merasakan perjalanan yang tidak nyaman. Ya, apalagi kalau bukan jalan-jalan yang masih tampak rusak dan berlubang.

Sepanjang perjalanan, kami pun harus tampak hati-hati. Kerusakan yang tampak tidak sedikit sepanjang jalan membuat saya dan rekan seringkali geleng-geleng kepala. Ditambah lagi kendaraan roda dua yang sering menyelip, membuat kami harus mengurang kecepatan kendaraan.

Tak berapa lama perjalanan, rekan saya sudah menunjukan kilometer perjalanan kepada saya bahwa jalan yang kami tempuh telah 67 km dengan waktu sekitar hampir 3 jam. “Waktu kita banyak terbuang di perjalanan,” keluh rekan saya itu. Jujur, saya sendiri pun, mengakui, tidak bisa menikmati perjalanan karena kerusakan dan lubang-lubang jalan yang tidak terhitung.

“Inikah katanya provinsi lumbung uang, tapi kok jalan-jalan pada berlubang,” ucap rekan saya. Mendengar kesalnya rekan, saya menimpali dengan menghiburnya,”Nikmati saja lubang-lubang dijalan ini. Anggaplah kita sedang melakukan perjalanan offroad.”  Rekan saya ini membalas canda saya,”Offroad gundulmu…”. Saya yang mendengarnya pun menertawainya, “Huhahahahaha…”.

Belum hilang rasa kesal rekan saya ini, tepat sekitar Desa Sumber Sari/SP 5, Kecamatan Sebulu, terlihat lagi lubang membelah separuh jalan. Rekan saya ini pun terkejut dan hampir menerjang jalan,”Wah, ini namanya jalan belah duren. Pas untuk yang mau cepat-cepat menuju maut”. Begitu pula saya, kaget ketika melihat longsor aspal membelah separuh jalan.

Di jalan tersebut, saya informasikan kepada Anda yang belum pernah melintas jalan itu haruslah ekstra hati-hati. Sebab, lubangnya sudah membelah hingga untuk melaluinya kita harus antri dengan jalur kendaraan yang berlawanan.

Kabar dari masyarakat setempat yang saya dapat, jalan itu merupakan jalan provinsi. Bahkan masyarakat yang biasa melintasi “jalan belah duren” —meminjam penyebutan nama oleh rekan saya yang ingin menerjang  jalan tersebut —telah lama mengeluhkan kondisi jalan.

Tiba-tiba terlintas dipikiran saya, aneh sekali, kok, ada jalan separah itu rusaknya tidak cepat mendapat perhatian dan perbaikan dari pemerintah. Padahal halu lalang kendaraan di jalan yang hulunya menembus Kecamatan Muara Kaman itu tidak sedikit. Apa pemerintah tidak berpikir bahwa sewaktu-waktu jalan semacam itu bisa mengakibatkan kecelakaan dan menimbulkan korban bagi pengendara.

Kita juga tahu, diantara bagian penggerak untuk percepatan dan pemerataan pembangunan  diantaranya adalah infrastruktur jalan yang memadai. Nah, bagaimana bisa program pembangunan tepat sasaran, tapi persoalan jalan kurang mendapat perhatian.

Setelah melintasi dan “menikmati” titik-titik jalan rusak dan berlubang, termasuk “jalan belah duren” tadi, saya dan rekan pun akhirnya sampai di tempat tujuan: Separi.  Kendati banyak waktu yang terbuang dan melelahkan, kami sangat bersyukur bisa terhindar dari “jalan belah duren” yang hampir saja rekan saya terjang.

“Syukur kita tidak masuk ke jalan belah duren. Kalau masuk, waduh, rasanya pasti sakit. Bukan enak seperti menyantap belah duren benaran,” ucapnya kepada saya sambil menyisipkan senyum. []

*) Tulisan ini pernah diterbitkan Koran Harian Tribun Kaltim, Rabu 5 September 2012, Hal.7


No comments:

KILAS CATATAN

Wartawan Bodrex vs Citizen Journalist

DALAM catatan Nasihin Masha, citizen journalism lahir sebagai sebuah perlawanan. Yakni, perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal (Republika, Rabu, 7/11/2007)....selengkapnya...

Detikcom News

.: KabarIndonesia - Dari Kita Untuk Kita :.