Wednesday, May 15, 2013

Membaca Selera Politik Masyarakat

(Catatan Warga Menjelang Pilgub Kaltim)
Oleh: Guntur Pribadi

GAIRAH pesta demokrasi pemilihan gubernur (Pilgub) Kaltim tampaknya mulai memiliki denyut dan dinamisnya setelah dideklarasikannya pasangan Imdaad Hamid dan Ipong Muchlissoni di Tenggarong, Kabupaten Kukar, baru-baru ini (9/5).

Jika jauh-jauh hari hanya pasangan Awang Faroek Ishak dan Mukmin Faisyal yang terang-terangan mendeklarasikan siap bertarung dalam Pilgub Kaltim. Maka, dengan dideklasikannya pasangan Imdaad-Ipong dan mungkin juga nantinya akan disusul dengan pasangan-pasangan calon gubernur lainnya, akan menjadikan Pilgub Kaltim semakin semarak.

Demokrasi memang tidak ‘mengharamkan’ untuk tampilnya pasangan-pasangan calon gubernur lainnya. Karena pada prinsipnya, pemilihlah (masyarakat) yang nantinya akan menjadi penentu akhir: terpilih atau tidak terpilihnya seorang calon gubernur dan wakilnya.

Melihat situasi perpolitikan di Kaltim menjelang Pilgub yang saat ini suhunya belum begitu terasa memanasnya, memang sempat menjadi kekuatiran tersendiri oleh banyak kalangan terhadap perkembangan aspirasi politik masyarakat provinsi tersebut. Dan hal itu, kita bisa lihat dan dengar seberapa banyak sih masyarakat yang benar-benar antusias serta memperbincangkan seputar Pilgub, apalagi mengenai para calonnya?

Mengukur perhatian masyarakat terhadap pesta demokrasi Pilgub sangatlah penting untuk terus diamati dan dilakukan? Karena dari sanalah sebenarnya akan terasa seberapa besar selera politik masyarakat terhadap pesta demokrasi tersebut.

Namun demikian, mengukur selera politik masyarakat tidaklah sama persis tentunya seperti apa yang diusung oleh selera kekuatan politik. Dan kenyataan politik semacam itu bisa dilihat dari realitas Pilgub Jakarta yang dimenangkan pasangan Jokowi-Basuki. Bayangkan saja, hasil survey yang cenderung memenangkan lawan ketika itu, akhirnya mentah dengan kemenangan Jokowi-Basuki.

Kenyataaan masyarakat punya seleranya tersendiri lebih memilih Jokowi-Basuki sebagai pasangan pemimpin Jakarta saat itu, adalah sesuatu yang tak dapat dengan pasti diperhitungkan hanya mengandalkan survey, apalagi hanya mengandalkan kekuatan koalisi mesin politik. Melainkan kekuatan politik masyarakatlah yang menentukan.

Disamping itu, tampaknya ada pula realitas kedewasaan berpolitik masyarakat yang juga tidak mudah untuk dibaca, yakni perubahan cara pandang melihat calon pemimpinnya. Beberapa pemilukada di beberapa daerah, kecendrungan memilih figur pemimpin yang merakyat dan memiliki interaksi dengan masyarakat yang intens sepertinya menjadi tren baru pilihan masyarakat.

Selain perubahan cara pandang tersebut, proses berpikir pemilih dengan mengedepankan rasionalitasnya juga menjadi bagian yang tidak dapat dipungkiri ditengah perkembangan politik masyarakat saat ini. Artinya, masyarakat pemilih saat ini akan lebih kritis memilih pemimpinnya berdasarkan berbagai persoalan pembangunan yang dihadapinya.

Dan berbeda halnya dengan persoalan pembangunan yang dipolitisir hanya untuk kepentingan komoditas politik ditengah cara pandang pemilih rasional, tentu akan sangat sulit diterima. Masyarakat rasional ini dengan pemilih yang memiliki daya kritis terhadap persoalan-persoalan pembangunan akan sangat mampu memilah dan memilih pemimpin yang dibutuhkannya.

Namun, untuk mengetahui seberapa banyak pemilih rasional itu memang bukanlah hal yang mudah. Tapi, setidaknya kita akan dapati keberadaan mereka adalah pada pemilih-pemilih yang memiliki kemampuan akses informasi dan pendidikan yang baik, disamping pula pada mereka yang disadarkan dari ketidakadilan dan semerawutnya pelaksanaan pembangunan.

Kaltim tentu memiliki pemilih-pemilih rasional yang cerdas melihat persoalan daerah. Dan begitu pula, mereka sebagai pemilih nantinya, tentu sangat mengerti apa yang dibutuhkan daerah pada saat ini maupun pada kedepannya nanti.

Banyak persoalan yang mendesak dalam pembangunan yang harus diselesaikan Kaltim. Selain masalah pendidikan, kesejahteraan, infrastruktur, dan kesehatan terutama di wilayah-wilayah terpencil dan perbatasan yang masih sulit mendapatkan aksesnya, masalah degradasi lingkungan pun sangat penting untuk lebih serius diperhatikan dan dibenahi. 

Namun demikian, berbagai persoalan itu tidaklah cukup hanya dirumuskan dalam janji-janji dan terdengar ‘manis’ ditengah retorika kampanye politik, sementara dalam pelaksanaanya kemudian kering dari aspirasi masyarakat. Saat ini, mau tidak mau, harus disadari, bahwa masyarakat telah banyak mengerti dan mengetahui apa yang diperlukan dan dibutuhkannya dari hasil pembangunan.

Dan kita pun harus percaya, setiap individu masyarakat Kaltim juga memiliki selera politiknya dalam memilah dan memilih pemimpin daerahnya. Siapapun calonnya dan dari kekuatan politik manapun, kebutuhan setiap masyarakatlah yang sebenarnya lebih menentukan kemenangan setiap cagub dan cawagub, termasuk perubahan serta perbaikan di provinsi ini kedepannya. 

*) Tulisan ini pernah dimuat di koran harian Tribun Kaltim, Senin 13 Mei 2013. Hal.7

No comments:

KILAS CATATAN

Wartawan Bodrex vs Citizen Journalist

DALAM catatan Nasihin Masha, citizen journalism lahir sebagai sebuah perlawanan. Yakni, perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal (Republika, Rabu, 7/11/2007)....selengkapnya...

Detikcom News

.: KabarIndonesia - Dari Kita Untuk Kita :.