Saturday, July 20, 2013

Kritisi Setiap Program yang Ditawarkan


Memilah dan Memilih Calon Pemimpin (2-Selesai) ] *)

Oleh: Guntur Pribadi

UNTUK menemukan sosok pemimpin yang merakyat: pemimpin yang peka pada kebutuhan dan apa yang dirasakan masyarakatnya, masyarakat sebagai pemilih dituntut untuk lebih lebih jeli, cerdas, cermat, dan rasional untuk mencerna  “sajian” dan “menu” berbagai program perubahan dan pembangunan yang ditawarkan para calon pemimpinnya.

Tentu saja dalam konteks ini, akan sangat tidak “sehat” bila para pemilih hanya memakan “mentah-mentah” sajian program perubahan dan pembangunan tanpa mengkritisi serta mencerna dengan akal sehat apa yang “disuguhkan” setiap calon pemimpinnya.

Untuk membaca seberapa berkualitas dan layaknya calon pemimpin yang akan memimpin suatu daerah atau wilayah, maka sangat penting kemudian masyarakat sebagai pemilih untuk mencari atau mendapatkan akses terkait ‘pengetahuan’ dan ‘informasi’ mengenai masing-masing calon yang akan dipilih.

Merujuk pada pendapat seorang Imam Al-Mawardi misalnya, dalam kitabnya: al-Ahkam as-Sulthaniyyah, ia merumuskan beberapa kriteria seorang pemimpin ideal yang dapat dijadikan parameter untuk memimpin, diantaranya pemimpin itu, menurut Imam Al-Mawardi, harus: adil dan jujur; berpengetahuan; sehat wal afiat; arif dalam bertindak; tegas dan berani.

Selain beberapa standarisasi tersebut, beberapa ulama juga ada yang berpendapat mengenai kriteria pemimpin yang layak untuk memimpin, yakni: mampu mengedepankan kepentingan umum (tentu saja bukanlah seorang pemimpin yang hanya sibuk mengurus kepentingan pribadinya, kelompok, dan golongannya) dan memiliki kualitas moral yang baik.

Mengapa setiap kita sebagai masyarakat pemilih perlu referensi mengenai kriteria seorang pemimpin. Hal ini untuk mengindari agar kita sebagai pemilih tidak asal memilih pemimpin, seperti memilih pemimpin yang belepotan dengan berbagai kasus KKN, melanggar HAM, melakukan kejahatan lingkungan dan kejahatan seksual, termasuk pemimpin tidak begitu peduli dengan nasib masyarakat miskin.

Namun, bagaimana pun juga dari semua itu, daya kritis politik masyarakat pemilihlah yang kemudian lebih menentukan masa depan pemimpinnya. Karena pada prinsipnya perubahan itu masyarakatlah yang memilihnya. Misalnya saja, jika sebagai pemilih mengukur perubahan hanya bernilai sogokan politik uang sebesar Rp 50 ribu, maka senilai itulah murahnya perubahan yang kita terima selama pemimpin itu memimpin kita.(*)

*) Tulisan ini pernah dimuat di koran harian Tribun Kaltim, Rabu 22 Mei 2013. Hal.7

No comments:

KILAS CATATAN

Wartawan Bodrex vs Citizen Journalist

DALAM catatan Nasihin Masha, citizen journalism lahir sebagai sebuah perlawanan. Yakni, perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal (Republika, Rabu, 7/11/2007)....selengkapnya...

Detikcom News

.: KabarIndonesia - Dari Kita Untuk Kita :.